Rabu, 25 Juni 2014

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan


Siswa SMK Perlu Didorong Menjadi Wirausahawan

Posted: 24 Jun 2014 10:44 AM PDT

O, (PRLM).- Kecenderungan angkatan kerja memilih menjadi pekerja di banding sebagai wirausaha, akan berbahaya saat Indonesia memasuki era "golden demografi" dengan proporsi jumlah penduduk usia produktif lebih besar dari yang tidak produktif. Sebab, pada saat Indonesia mendapatkan bonus demografi pada 2030, tidak semua angkatan kerja mendapatkan lapangan kerja. Budhi Hendarto, Chief Marketing Officer PT Topindo Atlas Asia, menyatakan masalah itu kepada "PRLM", seusai peresmian "Top 1 Academy" bagi para siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), di Solo, Selasa (24/6/14). Akademi yang khusus memberi pendidikan kewirausahaan bagi siswa SMK tersebut, merupakan rintisan PT Topindo dan satu-satunya di Indonesia. "Kami mendirikan akademi bagi siswa SMK, dengan latar belakang proyeksi kami saat Indonesia memasuki era golden demografi tersebut. Di akademi ini, para siswa SMK tidak diajarkan supaya menjadi pekerja bengkel, tetapi setelah mereka lulus diharapkan menjadi wirausahawan bengkel otomotif. Dengan cara ini, mereka akan bisa mengatasi masalah bonus demografi. Sebab, kalau jumlah usia produktif yang tidak mendapat lapangan kerja lebih besar dari yang bekerja sangat berbahaya," ujarnya. Budhi mengutip pendapat pakar ekonomi, yang menyatakan, suatu bangsa akan nmencapai kesejahteraan kalau jumlah wirausahanya lebih dari 2% total penduduk. Padahal, berdasarkan data statistik di Indonesia jumlah wirausaha baru berkisar 0,18%, karena kecenderungan angkatan kerja yang nemilih menjadi buruh atau pekerja tersebut. "Perusahaan sebesar apapun pada era golden demografi tidak akan mampu menampung ledakan angkatan kerja. Itu sebabnya, kami mencoba mendorong agar generasi muda di SMK meningkatkan kemampuan kewirausahaan. Di akademi ini tidak diajarkan kemampuan teknik otomotif, tetapi mereka diajarkan bagaimana menjadi bos sebagai pengusaha bengkel," jelasnya. Didamping Presiden Director PT Topindo, Arief Goenadibrata, Budhi mengungkapkan, perusahaannya mendirikan akademi khusus tersebut, agar penerima dana CSR mendapat manfaat yang berkelanjutan. Menurut dia, biasanya CSR diberikan ke masyarakat hanya untuk membiayai proyek-proyek fisik. "Perwujudan CSR yang kami salurkan tidak dalam bentuk uang, tetapi kami wujudkan dapat bentuk pendidikan. Ibaratnya kami memberi kail kepada generasi muda, supaya mereka bisa mencari ikan dan juga dapat memberi kali kepada orang lain," kata Budhi lagi. Dia menolak menyebut besarnya CSR, tetapi dikemukakannya, di akademi di Solo setiap angkatan dapat menampung 40 - 50 orang. Mereka akan mendapat pelatihan selama dua bulan, dilanjutkan pendampingan selama dua tahun. Para peserta didik yang masih duduk di SMK, mengikuti pendidikan akademi seperti melaksanakan KKL. Setelah mereka selesai pendidikan dikembalikan ke sekolah sampai lulus. Setelah lulus, mereka dipatok maksimal dalam dua tahun harus sudah punya bengkel dan selama itu mereka tetap dalam pendampingan. Budhi Hendarto menargatkan, setelah di Solo Top 1 Akacemi akan dibuka di 200 kota di 34 provinsi. Dia berharap, pemerintah provinsi membuka peluang tersebut, agar CSR yang digunakan bermanfaat untuk mengatasi masalah di era golden demografi.(Tok Suwarto/A-147)***(http://www.pikiran-rakyat.com/node/286642)

Sebagian SMK Butuh Pembelajaran 4 Tahun

Posted: 24 Jun 2014 10:43 AM PDT

ARTA- Direktur Pembinaan SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Mustaghfirin Amin mengatakan, ada sejumlah jurusan di SMK yang membutuhkan waktu belajar lebih lama, yakni empat tahun. Sebab, pendidikan di SMK tidak hanya sebatas teori tapi para siswa harus benar-benar memahami bidang keahliannya. “Ada jurusan di SMK yang hanya butuh pembelajaran tiga tahun tapi ada yang butuh empat tahun. Karena ada ilmu-ilmu yang tidak bisa berhenti dan diajarkan dalam waktu tiga tahun, misalnya jurusan teknik kimia, industri, dan kehutanan,” ujar Mustaghfirin, di Gedung Kemdikbud Jakarta, Selasa (24/6) Menurutnya, jika jurusan tertentu itu hanya diberi waktu belajar tiga tahun, dikhawatirkan para siswa hanya akan menguasai dasardasarnya saja. Padahal, pendidikan di SMK lebih difokuskan untuk mempersiapkan siswa masuk dunia kerja dan memahami ilmu secara lebih mendalam. “Misalnya teknik alat berat. Kalau hanya tiga tahun levelnya masih sederhana. Kalau ditambah satu tahun lagi, akan ada keterampilan tingkat tinggi yang akan dikuasai secara utuh,” katanya. Revitalisasi Mulai tahun ini, dia menyatakan akan melakukan revitalisasi pelaksanaan kebijakan pendidikan empat tahun di SMK. Akan tetapi, tidak semua jurusan di SMK. “Tapi masih ada jurusan yang cukup tiga tahun, misalnya teknik sepeda motor,” imbuhnya. Mustaghfirin berharap, para lulusan SMK yang waktu belajarnya lebih lama juga lebih dihargai oleh dunia kerja. Pasalnya, mereka dipastikan bisa lebih menguasai jurusan yang diambilnya secara utuh itu. Mustaghfirin juga mengungkapkan, dari tahun ke tahun jumlah peminat SMK selalu bertambah. Oleh karena itu, hal tersebut harus bisa diakomodasi oleh pemerintah, tidak hanya SMK negeri tapi juga SMK swasta. Disebutkan, rata-rata kenaikan jumlah pendaftar SMK setiap tahun sekitar 200.000 siswa. “Pendaftar tahun lalu sekitar 1,5 juta. Harapan kami tahun ajaran baru ini bisa naik sampai 1,7 juta atau 1,8 juta siswa,” tuturnya. Menurutnya, salah satu upaya pemerintah untuk memberikan akses adalah dengan memberikan dana biaya operasional sekolah (BOS) kepada peserta didik di SMK. “BOS ini paling adil karena langsung diterima oleh sekolah berdasarkan jumlah siswanya,” tuturnya. (K32-60)(Suara Merdeka)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar